Jenis Burung Langka

BURUNG
Juga salah satu makhluk hidup diciptakan Allah, untuk kehiasan dunia
dan dapat dimanfaatkan dan bermanfaat. Karena kehadiran binatang itu
banyak sekali manfaatnya bagi manusia, seperti got-got bisa dijadikan
untuk obat patah dan terkilir setelah disembelih jadi “Minyeuk got-got”.
Demikian Ibrahim Achmad pemerhati satwa yang perlu dilindungi di Aceh.
Perintis
sebuah Organisasi Pers di Aceh, yakni Persatuan Wartawan Aceh (PWA)
kepada Wartawan “ANP” Selasa (3/7), sangat menyayangkan atas kehilangan
sejumlah jenis burung sawah dan hidup di penggunungan di Aceh. Binatang
tersebut punah akibat ulah manusia yang menangkap, lalu menjual dengan
harga lumayan dan pemusnahan itu dijadikan sebagai objek. Hal itu akibat
hukum dan Undang-Undang perlindungan yang tidak tegas, jangankan satwa
langka di Aceh atau Indonesia, perlindungan manusia saja tak jelas
payung hukumnya.
Padahal,
tambah ayah dua anak itu, keberadaan burung sangat bermanfaat bagi
manusia, disebabkan dengan ada berbagai jenis burung dapat menghilangkan
hama ulat. Karana pada umumnya burung memakan ulat di daun kayu dan
tanaman. Namun, sangat sayang beberapa jenis burung di Aceh kini telah
langka dan bahkan samasekali tak pernah terdengar suaranya lagi.
Sekitar
tahun 1970-an, beberpa jenis burung berkicau bersahutan bertasbih
menyambut pagi menjelang mata hari terbit sekitar pukul 5.30 WIB, namun
kini tak terdengar lagi. Seperti burung murai (Cicie). Selain cicie
sebelumnya sering terlihat di daerah pemukiman penduduk adalah, Burujuek
Bale (Recok Rawa), Got-got Panyang Iku, beo (tiong), belibis (ara),
Balam (Leuk), Cempala Kuneng (Rampukeu), perkutut (meureubok) kini tak
terdengar suaranya.
Menurut
Ibrahim yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Beurahim, jenis burung
inilah dulu yang sering terdengar di daerah desa berkicau bersahutan.
Semua jenis ini selalu terlihat dalam lingkungan warga, malah Burujuek
Bale, tiong sangat disayang warga, karena burung ini bisa berbicara
sebagaimana anak manusia meskipun tak jelas.
Bahkan,
kalau burujuek Bale dan Tiong bisa mengucap “Assalamualaikum saja dan
berbicara Bapak ka geujak,” kata Abu Beurahim, harganya puluhan juta
bahkan ratusan juta, lebih mahal dari harga kerbau. Kelangkaan
burung itu di berbagai daerah , akibat ulah manusia yang terus memburu
untuk dijual kepada peminat burung dengan harga tinggi. Apalagi seperti
burujuek bale dan beo harganya puluhan juta dijual kepada para pejabat
tinggi. Ekses dari langkanya burung, berbagai jenis hama juga makin
menghantui penduduk, seperti hama ulat yang tidak ada pemangsanya lagi.
Demikian
juga jenis burung “Got-got panyang iku”. Unggas ini sangat disukai
dukun, karena burung ini minyaknya bisa digunakan untuk obat terkilir
yang disebut dengan “Minyeuk got-got”. Bahkan bagi warga Aceh, burung
ini ada diramu menjadi pantun oleh pujangga Aceh. Dengan pantunnya
adalah: Got-got panyang iku, geulungku panyang mata. Jipo jioh-jioh, jipiyoh gampong jawa.
Gampong
Jawa pihka tutong, bloe bakong bak keurija, keurija hana jadeh lintoweh
hana meuhoka. Pakon jiweeh Teungku Linto jeulameele han ekjiba:
Nah,
pantun ini kalau dikaji dengan jeli sungguh cukup bermakna dan
mengandung politik orang Aceh Zaman doeloe yang memprotes dengan hasil
Aceh yang banyak diangkut ke Jawa.
Bukan
hanya itu yang ada sejarah penting bagi orang Aceh, tambah Abu
Beurahim, tapi juga jenis burung hantu yang dalam bahasa Aceh disebut
“JAMPOK”. Binatang Jampok itu memiliki sejarah penting bagi orang Aceh
yang perlu dipedomani, karena Jampok merupakan binatang yang suka
memuji-muji dirinya dan anaknya. Maka, sangat penting dengan burung
Jampok, malah banyak orang yang menggunakan perinsip Jampok.